Saturday, June 15, 2013

AKAD AL QORD DALAM PERBANKAN SYARIAH DAN PENGAPLIKASIANYA



  A.  Definisi

  Pengertian Al-Qardh
    Menurut Syafi’i Antonio (1999), qardh adalah pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih   atau diminta kembali atau dengan kata lain meminjamkan tanpa mengharap imbalan. Menurut Bank Indonesia (1999), qardh adalah akad pinjaman dari bank (muqridh) kepada pihak tertentu (muqtaridh) yang wajib dikembalikan dengan jumlah yang sama sesuai pinjaman.1
     Kata qardh ini kemudian diadopsi menjadi crade (Romawi), credit (Inggris), dan Kredit (Indonesia). objek dari pinjaman qardh biasanya adalah uang atau alat tukar lainnya (Shaleh, 1992), yang merupakan transaksi pinjaman murni tanpa bunga ketika peminjam mendapatkan uang tunai dari pemilik dana (dalam hal ini bank) dan hanya wajib mengembalikan pokok utang pada waktu tertentu di masa yang akan datang. Peminjaman atasa prakarsa sendiri dapat mengembalikan lebih besar sebagai ucapan terimakasih.2

        2. Pengertian Al-Qardh Al-Hasan

Secara umum, Qardh Hasan diartikan sebagai infak di jalan Allah, di dalam jihad dan peperangan demi menegakkan kebenaran dan bersedekah kepada para fakir miskin dan orang-orang yang membutuhkan. Ada juga yang mengatakan: Qardh Hasan itu adalah amal shaleh muthlaqon yang mana dia adalah bentuk transaksi pinjaman yang benar-benar bersih dari tambahan/bunga.
Pengertian “al-hasan” disini adalah ketika seorang muslim meminjamkan atau menginfakkan sesuatu yang ada pada dirinya hendaklah dia mengeluarkan sesuatu yang elok tanpa cela. Maka Qardh hasan itu pada dasarnya adalah sedekah yaitu pekerjaan yang mulia dengan mengharapkan keredhoan Allah semata

       3. Pengertian Qardh Lintas Fiqih

Secara syar’i para ahli fiqh mendefinisikan Qardh:
      Menurut pengikut Madzhab Hanafi , Ibn Abidin, mengatakan bahwa suatu pinjaman adalah apa yang dimiliki satu orang lalu diberikan kepada yang lain kemudian dikembalikan dalam kepunyaannya dengan baik hati.
Menurut Madzhab Maliki mengatakan Qardh adalah Pembayaran dari sesuatu yang berharga untuk pembayaran kembali tidak berbeda atau setimpal.
Menurut Madzhab Hanbali Qardh adalah pembayaran uang ke seseorang siapa yang akan memperoleh manfaat dengan itu dan kembalian sesuai dengan padanannya.
Menurut Madzhab Syafi’i Qardhadalah Memindahkan kepemilikan sesuatu kepada seseorang, disajikan ia perlu membayar kembali kepadanya.

4.   Landasan Hukum

  Al-Qur’an
        Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan meperlipat gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezki) dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan.(Al-Baqarah : 245)
Yang menjadi landasan dalil dalam ayat ini adalah kita diseru untuk “meminjamkan kepada Allah”, yaitu untuk membelanjakan harta di jalan Allah. Berbanding lurus dengan meminjamkan kepada Allah, kita juga diseru untuk “meminjamkan kepada sesama manusia”. Sebagai bagian dari hidup yang berkeimanan kepada Allah dengan bersikap saling tolong menolong dalam kehidupan bermasyarakat.
Al-Hadits
      Dari Anas ra, dia berkata, Rasulullah SAW bersabda: “Pada malam peristiwa Isra’ aku melihat di pintu surga tertulis ’shadaqoh (akan diganti) dengan 10 kali lipat, sedangkan Qardh dengan 18 kali lipat, aku berkata : “Wahai jibril, mengapa Qardh lebih utama dari shadaqoh?’ ia menjawab “karena ketika meminta, peminta tersebut memiliki sesuatu, sementara ketika berutang, orang tersebut tidak berutang kecuali karena kebutuhan”. (HR. Ibnu Majah dan Baihaqi dari Abas bin Malik ra, Thabrani dan Baihaqi meriwayatkan hadits serupa dari Abu Umamah ra).
Ijma’
Para ulama  menyatakan bahwa Qardh diperbolehkan. Qardh bersifat mandub (dianjurkan) bagi muqridh (orang yang mengutangi) dan mubah bagimuqtaridh (orang yang berutang) kesepakatan ulama ini didasari tabiat manusia yang tidak bisa hidup tanpa pertolongan dan bantuan saudaranya. Tidak ada seorangpun yang memiliki segala barang yang ia butuhkan. Oleh karena itu, pinjam meminjam sudah menjadi satu bagian dari kehidupan di dunia ini. Islam adalah agama yang sangat memperhatikan segenap kebutuhan umatnya.

5.   Rukun dan Syarat

Rukun:
     a)      Muqridh (pemilik barang)
     b)      Muqtaridh (yang mendapat barang atau peminjam)
     c)      Ijab qabul 
     d)   Qardh (barang yang dipinjamkan)
Syarat sah qardh :
     a)     Qardh atau barang yang dipinjamkan harus barang yang memiliki manfaat, tidak sah jika tidak ada
           kemungkinan pemanfaatan karena qardh adalah akad  terhadap harta.
     b)      Akad qardh tidak dapat terlaksana kecuali dengan ijab dan qabul seperti halnya dalam jual beli.


6.    Aplikasi dalam Perbankan

Qardh adalah pinjaman uang. Pinjaman qardh biasanya diberikan oleh bank kepada nasabahnya sebagai fasilitas pinjaman talangan pada saat nasabah mengalami overdraft. Fasilitas ini dapat merupakan bagian dari satu paket pembiayaan lain, untuk memudahkan nasabah bertransaksi. Aplikasi qardh dalam perbankan biasanya dalam empat hal:
 Sebagai pinjaman talangan haji, dimana nasabah calon haji diberikan pinjaman talangan untuk memenuhi syarat penyetoran biaya perjalanan haji. Nasabah akan melunasinya sebelum keberangkatan haji.
Sebagai pinjaman tunai (cash advanced) dari produk kartu kredit syariah, dimana nasabah diberi keleluasaan untuk menarik uang tunai milik Bank melalui ATM. Nasabah akan mengembalikan sesuai waktu yang ditentukan.
Sebagai pinjaman kepada pengusaha kecil dimana menurut perhitungan Bank akan memberatkan si pengusaha bila diberi pembiayaan dengan skema jual-beli Ijarah atau bagi hasil.
Sebagai pinjman kepada pengurus Bank, dimana Bank menyediakan fasilitas ini untuk memastikan terpenuhinya kebutuhan pengurus Bank. Pengurus Bank akan mengembaliaknnya secara cicilan melalui pemotongan gajinya.
Berdasarkan definisi di atas kita dapat menyimpulakan bahwa qardh dipandang dalam berbagai perspektif, mulai dari istilah secara bahasa sampai pada hukum syara’nya adalah kontradiksi dengan Bank yang notabenenya bergerak dibidang jasa yang senantiasa menginginkan laba atau secara implisit dapat dikatakan bergerak dibidang komersialisasi jasa.
Dalam perihal tersebut Bank diperkenankan mengenakan biaya administrasi, sesuai dengan Fatwa Dewan Syari’ah Nasional NO: 19/DSN-MUI/IV/2001 Tentang Al-Qardh yang memperbolehkan untuk pemberi pinjaman agar membebankan biaya administrasi kepada nasabah. Dalam penetapan besarnya biaya administrasi sehubungan dengan pemberian qardh, tidak boleh berdasarkan perhitungan persentasi dari jumlah dana qardh yang diberikan.

7.    Manfaat Al-Qardh 

a. Memungkinkan nasabah yang sedang dalam kesulitan mendesak untuk mendapat talangan jangka pendek    
 b. Al-qardh al-hasan juga merupakan salah satu ciri  syariah dan bank konvensional yang didalamnya terkandung pembeda antara bank misi social, disamping misi komersial.

c. Adanya misi kemasyarakatan ini akan meningkatkan citra baik dan meningkatkan     loyalitas masyarakat kepada bank syariah
Dilihat dari definisi diatas, maka pinjaman dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu pinjaman seorang hamba untuk Tuhan-Nya dan pinjaman seorang muslim untuk saudaranya.
Risiko al-qardh terhitung tinggi karena ia di anggap pembiayaan yang tidak ditutup dengan jaminan.

8 .Sumber dana 

      Sifat qardh tidak memberikan keuntungan finansial. Karena itu, pendanaan qardh dapat diambil menurut kategori berikut:

      Al-qardh yang diperlukan untuk membantu usaha sangat kecil dan keperluan social, dapat bersumber dari dana zakat, infaq, dan sedekah.
      Al-qardh yang diperlukan untuk membantu keuangan nasabah secara cepat dan berjangka pendek. Talangan dana di atas dapat diambilakan dari modal bank.
Fatwa Dewan Syariah Nasional tentang Pembiayaan Pengurusan Haji Lembaga Keuangan Syariah
Di antara keputusan fatwa yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional No. 29/DSN-MUI/VI/2002 tentang Pembiayaan Pengurusan Haji Lembaga Keuangan Syariah









DAFTAR PUSTAKA

Antonio Syafi’I. Bank Syariah: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: Gema Insani, 2001
Antonio Syafi’I. Bank Syariah, PT Ekonisia, Yogyakarta; 2006
Ascaya. Akad dan Produk Bank Syariah, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008
Sudarsono, Heri. Bank dan Lembaga Keuangan Syari’ah, Deskripsi dan Ilustrasi, Yogyakarta: PT Ekonosia, 2003
Yaya, Rizal. Abdurrahim, Ahim. Akuntansi Perbankan Syariah; Teori dan Praktik Kontemporer, Jakarta: Salemba Empat, 2009








No comments:

Post a Comment