A. Definisi
Pengertian Al-Qardh
Menurut Syafi’i Antonio (1999), qardh adalah pemberian harta kepada
orang lain yang dapat ditagih atau diminta kembali atau dengan kata lain
meminjamkan tanpa mengharap imbalan. Menurut Bank Indonesia (1999), qardh
adalah akad pinjaman dari bank (muqridh) kepada pihak tertentu (muqtaridh) yang
wajib dikembalikan dengan jumlah yang sama sesuai pinjaman.1
Kata qardh ini kemudian diadopsi
menjadi crade (Romawi), credit (Inggris), dan Kredit
(Indonesia). objek dari pinjaman qardh biasanya adalah uang atau alat tukar
lainnya (Shaleh, 1992), yang merupakan transaksi pinjaman murni tanpa bunga
ketika peminjam mendapatkan uang tunai dari pemilik dana (dalam hal ini bank)
dan hanya wajib mengembalikan pokok utang pada waktu tertentu di masa yang akan
datang. Peminjaman atasa prakarsa sendiri dapat mengembalikan lebih besar
sebagai ucapan terimakasih.2
2. Pengertian Al-Qardh
Al-Hasan
Secara umum, Qardh Hasan diartikan sebagai infak di jalan
Allah, di dalam jihad dan peperangan demi menegakkan kebenaran dan bersedekah
kepada para fakir miskin dan orang-orang yang membutuhkan. Ada juga yang
mengatakan: Qardh Hasan itu adalah amal
shaleh muthlaqon yang mana dia adalah bentuk transaksi pinjaman yang
benar-benar bersih dari tambahan/bunga.
Pengertian “al-hasan” disini adalah ketika seorang muslim
meminjamkan atau menginfakkan sesuatu yang ada pada dirinya hendaklah dia
mengeluarkan sesuatu yang elok tanpa cela. Maka Qardh hasan itu pada
dasarnya adalah sedekah yaitu pekerjaan yang mulia dengan mengharapkan
keredhoan Allah semata
3. Pengertian Qardh Lintas
Fiqih
Secara syar’i para ahli fiqh mendefinisikan Qardh:
Menurut pengikut Madzhab Hanafi , Ibn Abidin, mengatakan bahwa
suatu pinjaman adalah apa yang dimiliki satu orang lalu diberikan kepada yang
lain kemudian dikembalikan dalam kepunyaannya dengan baik hati.
Menurut Madzhab Maliki mengatakan Qardh adalah Pembayaran
dari sesuatu yang berharga untuk pembayaran kembali tidak berbeda atau
setimpal.
Menurut Madzhab Hanbali Qardh adalah pembayaran uang ke
seseorang siapa yang akan memperoleh manfaat dengan itu dan kembalian sesuai
dengan padanannya.
Menurut Madzhab Syafi’i Qardhadalah Memindahkan kepemilikan
sesuatu kepada seseorang, disajikan ia perlu membayar kembali kepadanya.
4. Landasan Hukum
Al-Qur’an
Siapakah yang mau
memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di
jalan Allah), maka Allah akan meperlipat gandakan pembayaran kepadanya dengan
lipat ganda yang banyak. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezki) dan
kepada-Nya-lah kamu dikembalikan.(Al-Baqarah : 245)
Yang menjadi landasan dalil dalam ayat ini adalah kita diseru untuk
“meminjamkan kepada Allah”, yaitu untuk membelanjakan harta di jalan Allah.
Berbanding lurus dengan meminjamkan kepada Allah, kita juga diseru untuk
“meminjamkan kepada sesama manusia”. Sebagai bagian dari hidup yang berkeimanan
kepada Allah dengan bersikap saling tolong menolong dalam kehidupan
bermasyarakat.
Al-Hadits
Dari Anas ra, dia berkata,
Rasulullah SAW bersabda: “Pada malam peristiwa Isra’ aku melihat di pintu
surga tertulis ’shadaqoh (akan diganti) dengan 10 kali lipat, sedangkan Qardh
dengan 18 kali lipat, aku berkata : “Wahai jibril, mengapa Qardh lebih utama
dari shadaqoh?’ ia menjawab “karena ketika meminta, peminta tersebut memiliki
sesuatu, sementara ketika berutang, orang tersebut tidak berutang kecuali
karena kebutuhan”. (HR. Ibnu Majah dan Baihaqi dari Abas bin Malik ra,
Thabrani dan Baihaqi meriwayatkan hadits serupa dari Abu Umamah ra).
Ijma’
Para ulama menyatakan
bahwa Qardh diperbolehkan. Qardh bersifat mandub
(dianjurkan) bagi muqridh (orang yang mengutangi) dan mubah
bagimuqtaridh (orang yang berutang) kesepakatan ulama ini didasari tabiat
manusia yang tidak bisa hidup tanpa pertolongan dan bantuan saudaranya. Tidak
ada seorangpun yang memiliki segala barang yang ia butuhkan. Oleh karena itu,
pinjam meminjam sudah menjadi satu bagian dari kehidupan di dunia ini. Islam
adalah agama yang sangat memperhatikan segenap kebutuhan umatnya.
5. Rukun dan Syarat
Rukun:
a)
Muqridh (pemilik
barang)
b)
Muqtaridh (yang
mendapat barang atau peminjam)
c)
Ijab
qabul
d) Qardh (barang yang dipinjamkan)
d) Qardh (barang yang dipinjamkan)
Syarat sah qardh :
a)
Qardh atau
barang yang dipinjamkan harus barang yang memiliki manfaat, tidak sah jika
tidak ada
kemungkinan pemanfaatan karena qardh adalah akad terhadap harta.
b)
Akad qardh tidak
dapat terlaksana kecuali dengan ijab dan qabul seperti halnya dalam jual beli.
6. Aplikasi dalam Perbankan
Qardh adalah pinjaman uang. Pinjaman qardh biasanya
diberikan oleh bank kepada nasabahnya sebagai fasilitas pinjaman talangan pada
saat nasabah mengalami overdraft. Fasilitas ini dapat merupakan bagian dari
satu paket pembiayaan lain, untuk memudahkan nasabah bertransaksi. Aplikasi qardh dalam
perbankan biasanya dalam empat hal:
Sebagai pinjaman talangan
haji, dimana nasabah calon haji diberikan pinjaman talangan untuk memenuhi
syarat penyetoran biaya perjalanan haji. Nasabah akan melunasinya sebelum
keberangkatan haji.
Sebagai pinjaman tunai (cash advanced) dari produk kartu kredit
syariah, dimana nasabah diberi keleluasaan untuk menarik uang tunai milik Bank
melalui ATM. Nasabah akan mengembalikan sesuai waktu yang ditentukan.
Sebagai pinjaman kepada pengusaha kecil dimana menurut perhitungan
Bank akan memberatkan si pengusaha bila diberi pembiayaan dengan skema
jual-beli Ijarah atau bagi hasil.
Sebagai pinjman kepada pengurus Bank, dimana Bank menyediakan
fasilitas ini untuk memastikan terpenuhinya kebutuhan pengurus Bank. Pengurus
Bank akan mengembaliaknnya secara cicilan melalui pemotongan gajinya.
Berdasarkan definisi di atas kita dapat menyimpulakan
bahwa qardh dipandang dalam berbagai perspektif, mulai dari istilah
secara bahasa sampai pada hukum syara’nya adalah kontradiksi dengan Bank yang
notabenenya bergerak dibidang jasa yang senantiasa menginginkan laba atau
secara implisit dapat dikatakan bergerak dibidang komersialisasi jasa.
Dalam perihal tersebut Bank diperkenankan mengenakan biaya
administrasi, sesuai dengan Fatwa Dewan Syari’ah Nasional NO:
19/DSN-MUI/IV/2001 Tentang Al-Qardh yang memperbolehkan untuk pemberi
pinjaman agar membebankan biaya administrasi kepada nasabah. Dalam penetapan
besarnya biaya administrasi sehubungan dengan pemberian qardh, tidak boleh
berdasarkan perhitungan persentasi dari jumlah dana qardh yang
diberikan.
7. Manfaat Al-Qardh
a. Memungkinkan nasabah yang sedang dalam kesulitan mendesak untuk
mendapat talangan jangka pendek
b. Al-qardh al-hasan juga merupakan salah satu ciri
syariah dan bank konvensional yang didalamnya terkandung pembeda antara bank
misi social, disamping misi komersial.
c. Adanya misi kemasyarakatan ini akan meningkatkan citra baik dan meningkatkan loyalitas masyarakat kepada bank syariah
Dilihat dari definisi diatas, maka pinjaman dapat dibagi
menjadi dua bagian, yaitu pinjaman seorang hamba untuk Tuhan-Nya dan pinjaman
seorang muslim untuk saudaranya.
Risiko al-qardh terhitung tinggi karena ia di anggap
pembiayaan yang tidak ditutup dengan jaminan.
8 .Sumber dana
Sifat qardh tidak memberikan keuntungan finansial. Karena itu,
pendanaan qardh dapat diambil menurut kategori berikut:
Al-qardh yang diperlukan untuk membantu usaha sangat kecil dan
keperluan social, dapat bersumber dari dana zakat, infaq, dan sedekah.
Al-qardh yang diperlukan untuk membantu keuangan nasabah secara
cepat dan berjangka pendek. Talangan dana di atas dapat diambilakan dari modal
bank.
Fatwa Dewan Syariah Nasional tentang Pembiayaan Pengurusan Haji
Lembaga Keuangan Syariah
Di antara keputusan fatwa yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah
Nasional No. 29/DSN-MUI/VI/2002 tentang Pembiayaan Pengurusan Haji Lembaga
Keuangan Syariah
DAFTAR PUSTAKA
Antonio Syafi’I. Bank Syariah: Dari Teori Ke
Praktek, Jakarta: Gema Insani, 2001
Antonio Syafi’I. Bank Syariah, PT Ekonisia, Yogyakarta; 2006
Ascaya. Akad dan Produk Bank Syariah, Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2008
Sudarsono, Heri. Bank dan Lembaga Keuangan Syari’ah, Deskripsi
dan Ilustrasi, Yogyakarta: PT Ekonosia, 2003
Yaya, Rizal. Abdurrahim, Ahim. Akuntansi Perbankan Syariah;
Teori dan Praktik Kontemporer, Jakarta: Salemba Empat, 2009
h
No comments:
Post a Comment